Emotional Banking Account

Rabu, 23 Desember 2009


Mari buka account yang satu ini: Emotional Banking Account (EBA). Caranya? ya... berbuat baiklah dan sharing hal-hal positif pada sebanyak mungkin orang :-) Dengan berbuat baik atau sharing sesuatu yang positif ke seseorang, berarti kita sudah membuka EBA terhadap orang tersebut :-)

Trus, apa gunanya EBA? Weh, ya banyak... Semakin banyak kita punya EBA, semakin luas lingkaran pengaruh kita. Semakin luas lingkaran pengaruh, berarti semakin banyak hal di luar diri kita yang controllable. Asyik kan?

Bukankah akan menyenangkan, kalau kita bisa mengontrol lingkungan? Emang sih... kalau kita tinjau ke dalam, kontrol yang terpenting adalah kontrol dari diri, dalam artian, kita sendiri yang mengontrol bagaimana lingkungan akan mempengaruhi kita... Bingung? xixixix...

Gini deh... Mungkin kalau kita hubungkan dengan the 7 Habits-nya Steven R. Covey, be proactive! Jangan biarkan kita reaktif terhadap lingkungan, tapi kendalikan reaksi tersebut :-) Contohnya nih... orang tidak akan bisa menyakiti hati kita tanpa "seijin" kita... Jadi, kalau misalnya suatu saat kita sakit hati, itu karena kita memang "memutuskan" untuk sakit hati... :D Kalau kita memang sudah memutuskan untuk tidak sakit hati, mau orang lain ngomong atau berbuat apa... ya... sebodo amat... xixixix... Githu deh, kira-kira...

Trus, apa hubungannya dengan EBA tadi? Wew, kalau yang ini berguna banged untuk mengokohkan kontrol kita terhadap lingkungan. So, kalau kita gabungkan keduanya: kita punya banyak EBA, artinya lingkaran pengaruh kita terhadap lingkungan luas, ditambah dengan sikap proaktif... Weh, bisa dibayangkan, pusat segala tindakan dan perasaan kita adalah diri kita sendiri! Singkatnya, nantinya yang kita rasakan adalah: tidak ada seorangpun yang bisa mempengaruhi aku tanpa seijinku, bahkan akulah yang mempengaruhi orang lain... Huadduuhh... Gimana kira-kira? Asyik atau malah "mengerikan"? =))

posted under | 0 Comments

Antara "menemukan" dan "kehilangan"

Minggu, 13 Desember 2009


Apa yang kita rasakan saat "menemukan"? Lalu, apa yang kita rasakan saat "kehilangan"?

Menemukan mungkin berhubungan dengan kegembiraan, sedang kehilangan lebih berhubungan dengan kesedihan... Sebenarnya klo kegembiraan atau kesedihan yang ada tidak terlalu berlebihan, tentu tidak menjadi masalah. Tapi, klo gembiranya terlalu gembira, atau sebaliknya, sedihnya terlalu sedih... Nah, itu namanya masalah... Salah-salah saking gembiranya jadi lupa diri, atau saking sedihnya jadi bunuh diri... :D Huadduuh... jangan deh... rugi banged... :D

Bagaimana supaya tidak terlalu larut dalam kegembiraan saat "menemukan" dan sebaliknya tidak terlalu sedih saat "kehilangan"?

Kuncinya mungkin ada pada kesadaran, bahwa segala sesuatu itu tidak ada yang abadi. Apa sih yang abadi di dunia ini? kekayaan? status sosial? orang yang kita sayangi? Semuanya bisa sewaktu-waktu hilang dalam sekejap... Dengan kesadaran itu, kita akan paham bahwa apa yang kita temukan, belum tentu akan bertahan lama... Jadi rasa gembira yang timbul tidak akan kelewatan :D Dengan kesadaran itu pula, kita selalu bersiap untuk kehilangan. Jadi kalaupun terjadi kehilangan, kita sudah siap menghadapinya. Sedih sih wajar dan manusiawi, tapi ndak usahlah berlebihan... :-)

Bersyukurlah dengan apa yang ada. Tanggapi "menemukan" dengan rasa syukur dan "kehilangan" dengan rasa tawakal... Nikmati dan syukuri apa yang kita punya. Jangan sampai kita baru merasakan "sesuatu" yang sebenarnya sudah kita temukan setelah kita terlanjur kehilangan "sesuatu" tersebut... Nyesel loh, ntar... :-)

posted under | 0 Comments

Epidemi Narsisme

Kamis, 4 Desember 2009

Narsisme itu sebentuk kepercayaan diri yang berlebihan, memuji diri sendiri, atau menjadikan diri sendiri sebagai pusat kegiatan. Narsisme menjadi sesuatu yang penting dalam hal berhubungan dengan orang lain, dimana orang yang narsis akan kehilangan empati atapun kepekaan saat berhadapan dengan orang lain. Yang lebih penting adalah dirinya terus-menerus dipuja. Untuk konteks di Amerika, narsisme adalah penyakit yang sama seriusnya dengan obesitas. Bagaimana di Indonesia?

Wew, jangan-jangan kita juga sudah terjangkit wabah narsisme ini ya? Coba deh, di Indonesia juga kita melihat gejala-gejala itu sudah mulai ada, setidaknya klo kita melihat merebaknya dunia cyber yang berkaitan dengan penonjolan diri sendiri semacam: facebook, twitter, ataupun jejaring sosial yang lain yang mulai merambah segala usia. Belum lagi Youtube [ingat semboyan Youtube: "broadcast your-self"] atau My Space ["My space is your space-express who you are"]. Hayoo..., ngaku, berapa kali sehari kita posting di facebook? ;))

Sebenernya, percaya diri yang secukupnya itu juga ndak salah, penting malah... Cuma, klo berlebihan, itulah yang bisa menimbulkan masalah... Terutama karena berakibat akan hilangnya empati terhadap orang lain. Nah, ini yang mesti diwaspadai. Apa jadinya sebuah masyarakat klo individu-individu di dalamnya sudah hilang rasa empatinya?

Yang jelas, fenomena narsisme di Indonesia sih keliatan menonjol di masa kampanye menjelang pemilu, entah itu pemilu legislatif ataupun pemilu ketua RW. Lihat aja bagaimana para calon memajang foto-foto mereka disertai dengan slogan-slogan yang merayu. Padahal, ngeliat foto-foto [yang kadang ndak ada sisi estetikanya :p] boro-boro menarik orang untuk memilih. Lah gimana mau kenal si calon dari fotonya, wong kartu suaranya aja ndak ada fotonya... =))

Orang secara umum memang masih melihat segala sesuatu dari "kulit"-nya. Senang dengan sesuatu yang "semu". Citra mendahului kenyataan. Yang penting adalah apa yang nampak dari luar, ketimbang apa yang jadi intisari masalah.

Nah, gimana? Masih mau menjadi narsis? :-)

posted under | 0 Comments

Adakah keadilan di negeri ini?

Senin, 1 Desember 2009

Acara rutin di Minggu pagi yang paling aku suka adalah: duduk santai menikmati secangkir teh dan baca surat kabar :D Simple kan? Cuma, hari Minggu kemaren "kenikmatan" itu rada terganggu. Bukan apa-apa, tapi hanya karena isi berita yang aku baca.

Berita yang cukup mengganggu itu adalah berita tentang seorang nenek usia 65 th yang harus menjalani persidangan dengan tuduhan mencuri karena dia mengambil 3 butir buah coklat seharga Rp. 2.100,- milik sebuah perusahaan perkebunan. Nenek tersebut perkerjaannya hanya serabutan, dan dia mengambil buah coklat itu sambil beristirahat di kebun tersebut. Karena hal tersebut, dia dituntut hukuman penjara 1,5 bulan! Bukan main!

Bukan artinya aku membenarkan orang ngambil hak milik orang lain tanpa ijin loh... Tapi, mbok ya kira-kiralah... Mosok hanya karena barang seharga Rp. 2.100,- orang harus merelakan kebebasan selama 1,5 bulan. Apa kita semua tidak punya hati nurani? Di sisi lain, "pencuri" yang memakan hak orang lain dengan nominal yang lebih besar justru bebas berkeliaran, bahkan jalan-jalan ke luar negeri...

Ok, aku ndak begitu ngerti perkara pidana... Tapi terus terang, berita itu benar-benar mengganggu rasa keadilan dan hati nuraniku. Apalagi, aku yakin, itu hanya puncak gunung es. Berapa banyak lagi orang-orang yang mengalami perlakuan seperti itu, yang mungkin tidak sempat terliput media?

Aku ndak mencoba menyalahkan orang lain... Aku cuma jadi merenung, apakah ketidakadilan dan kesenjangan seperti ini memang sudah biasa terjadi di negeri ini?

Lebih jauh lagi, ada berapa banyak orang yang hidup dalam kondisi marginal seperti itu? Sementara di sisi lain, banyak orang menghambur-hamburkan uang dengan tujuan yang tidak jelas?

Sungguh, ada rasa bersalah yang langsung menghujam hati... Bagi kita, kehilangan beberapa [puluh/ratus] dollar mungkin hanya dianggap sebagai harga sebuah "greget". Sedangkan ternyata, bagi beberapa orang, nilai Rp. 2.100,- saja sebanding dengan kebebasan.

Ya ampuun..., aku ndak tau harus bilang apa. Aku juga ndak tau, apa hal riil yang bisa aku lakukan... Yang jelas, aku jadi seperti diingatkan untuk lebih bersyukur dan lebih peka terhadap apa yang terjadi di sekelilingku... Ya Allah, ampuni aku...

posted under | 0 Comments
Newer Posts Home

Hi! :-)

This is my online diary...
Namanya juga diary, suka-suka aku mau nulis apa :p So, mohon muup sebelumnya klo ada yang merasa tersinggung, tersindir dll... Bukan maksud hati loh... Sungguh... :-)

Recent Comments